Powered By Blogger

Selasa, 22 November 2011

Untuk Engkau yang Masih Mencintai Rasulullah...


Seandainya setiap waktu kita memperingati maulid Nabi Muhammad maka itu pantas menjadi  sebuah kewajiban (Syekh Abdurrahman Addiba’i), ungkapan tersebut merupakan wujud syukur kita kepada Allah atas anugerah terbesar bagi semesta yakni diutusnya Nabi Muhammad membawa risalah Islam. Keberadaan kita, lingkungan, langit, lautan dan semesta serta surga dengan keindahannya tidak lain merupakan secanting dari samudera Nabi Muhammad. Tiada batasan waktu untuk memperingati kelahiran beliau.

Sungguh setiap ibadah ada kalanya diterima dan adakalanya ditolak namun sungguh sholawat kepada beliau tiada yang tertolak dan akan sampai kepada beliau. Oleh karenanya rasa syukur itu langsung disampaikan oleh Sayyidina Abbas kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah izinkan aku mengungkapkan apa yang kurasakan semenjak kelahiranmu”, maka Rasulullah mempersilahkan pamannya untuk menyampaikan pujian itu padanya.

Dan engkau ketika lahir bersinar teranglah dunia
Dengan cahaya engkau, gemerlaplah seluruh penjuru bumi
Dan kami semua tertembus oleh sinar gemerlap itu, cahaya itu jalan kebenaran

Demikianlah para sahabat-sahabat beliau menyampaikan perasaan cintanya kepada beliau, lantas masih adakah alasan bagi kita untuk enggan memuji beliau dan menolak untuk menjalankan syariat-syariat yang beliau bawa.
Berkat beliaulah, umat ini juga mendapat anugerah kemuliaan dari Allah dari yang sebelumnya adalah umat yang tersesat menjadi umat terbaik yang diciptakan Allah.

Allah menyampaikan hal tersebut dalam firmanNya:
“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata(Al-jumu’ah:2)

Dan kehadiran Rasulullah telah merubah semuanya, kembali Allah mengisyaratkan dalam firmanNya,
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali-Imron:110)
Perubahan gelar itu muncul sejak kehadiran Rasulullah, karena susngguh masa sebelum kedatangAn Rasulullah adalah masa kedzaliman, masa dimana manusia tidak mengenal akhlaq. Dan tanggal 12 Rabiul Awwal menjadi awal perubahan peradaban manusia, umat manusia yang mengikuti beliau diangkat oleh Allah menjadi umat terbaik di muka bumi dan sepanjang peradaban umat manusia.

Suatu ketika Rasulullah duduk termenung seakan menatap masa depan umatnya, dan beliau bersabda, “betapa rindunya aku dengan para pecintaku”, maka sahabat yang berada disekitar beliau menjawab, “bukankah kami para pecintamu wahai rasul?”. Rasul menjawab, “bukan, engkau adalah para sahabatku, tetapi mereka pecintaku adalah yang hidup setelah kalian tetapi mereka memiliki keimanan seperti kalian”.
Kecintaan nabi kepada umatnya sungguh sangatlah mendalam, beliaulah nabi yang mampu merasakan apa yang dirasakan umatnya.

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Attaubah:128)

Demikian Allah mensifati beliau dan menjelaskan betapa beliau sangat mencintai umatnya. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “tidaklah seujung duri menusuk kaki seorang dari ummatku kecuali aku ikut merasakan sakitnya” (hadits).
Kecintaan beliau akan terus mengalir bahkan sampai hari pembalasan kelak, disaat itu umat manusia bingung mencari syafa’at dan mendatangi para nabi, mulai nabi Adam, nabi Nuh, nabi Musa sampai nabi Isa namun jawaban mereka semua sama nafsi, nafsi, is al ghairi (hari ini saatnya memikirkan diri sendiri, dan mintalah kepada selainku) hingga yang terakhir umat manusia menghadap Nabi Muhammad dan beliau menjawab ana laha, ana laha (aku bisa, aku bisa), maka naiklah Nabi Muhammad ke ‘arsy Allah dan bersujud serta memuji Allah dengan pujian terindah yang belum pernah terucap oleh siapapun. Allah pun berfirman, “ Angkat kepalamu, Pemintaanmu di dengar dan berilah syafa’at kepada umatmu yang engkau kehendaki”. Malaikat ridwan pun berkata, surga ini diharamkan untuk dimasuki siapapun sebelum Nabi Muhammad dan umatnya memasukinya. Bahkan malaikat heran ketika mendapati umat nabi Muhammad yang tidak masuk surga bersama beliau.

Rasulullah mengisyaratkan hal tersebut dalam hadits beliau, “ seluruh umatku masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya dengan heran, “ siapakah mereka yang enggan masuk surga wahai nabi?” Rasulullah menjawab, “Mereka yang taat denganku masuk surga dan mereka yang berma’siat itulah yang enggan masuk surga”.

 Hadits tersebut jika dipahami, memiliki dua inti yakni mereka yang taat kepadaku masuk surga dan mereka yang berma’siat masuk neraka, namun Rasulullah dalam hadits tersebut dan dalam berbagai hadits lainnya selalu menggunakan kalimat "tidak masuk surga”, beliau tidak ingin menyandingkan umatnya dengan neraka secara langsung dalam kalam-kalam mulia beliau disebabkan beliau tidak ingin umatnya  masuk neraka, meski secara mafhum mukhalafah memiliki makna yang sama. Demikian bukti cinta beliau yang tidak mungkin dapat kita balas dengan cara apapun dan sampai kapanpun.

            Diantara hadits nabi yang menjelaskan kelompok umat beliau yang tidak masuk surga bersama beliau adalah,” Laa yadkhulul jannah alghoththoth. Man huwa alghoththoth yaa Rasulullah. Alghoththoth huwa annammaam” (au kama qoolan nabi). Tidak masuk surga alghoththoth. Para sahabat bertanya, siapa dia alghoththoth wahai Rasulullah? Beliau menjawab, alghoththoth adalah pengadu domba.
            Dalam hadits tersebut menjelaskan betapa buruknya balasan bagi mereka yang suka mengadu domba saudaranya sesama muslim, mereka senang jika terjadi pertikaian dan perselisihan diantara saudaranya. Mereka turut campur dengan urusan keluarga tetangganya dan mengakibatkan koflik dalam keluarga tersebut.

Jika adu domba merupakan dosa yang berbalas neraka maka hal sebaliknya yakni mengusahakan perdamaian antara sesama muslim yang berkonflik adalah berbalas surga dan yang demikian adalah diantara merupakan ‘amaliyah aslafunassholihin, karena beliau-beliau menegerti betapa besar kemuliaan mengusahakan ishlah diantara orang-orang yang beseteru.

Diriwayatkan, alhabib Abdurrahman Assegaf mendapat laporan dari seseorang bahwa ada sepasang suami istri yang berseteru dan sang suami melakukan talaq terhadap istri. Maka Habib Abdurrahman mendatangi rumah perempuan tersebut dan menemui ayah dari perempuan tersebut, beliau berkata, ”aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu dan ajak putrimu di ruang tamu agar juga mendengarkan apa yang aku sampaikan”, Habib Abdurrahman menyampaikan nasehat-nasehat beliau tentang kepatuhan seorang istri kepada suami hingga menangislah perempuan itu dan Habib Abdurrahman menawarkan kepada perempuan tersebut untuk rujuk dengan suaminya, perempuan itupun menerima tawaran Habib Abdurrahman. Setelah dari rumah perempuan itu, Habib Abdurrahman pergi menuju rumah laki-laki suami perempuan tersebut dan menawarkan kepada laki-laki itu untuk rujuk dengan istrinya, Laki-laki itupun memenuhi permintaan Habib Abdurrahman seraya beliauberkata,” baiklah besok pagi akan ku jemput kau, dan aku yang akan menikahkan kalian”. Keesokan harinya Habib Abdurrahman menjemput laki-laki tersebut dan mengajaknya menuju rumah istri laki-laki tersebut untuk melakukan rujuk. Setelah melakukan rujuk, Habib Abdurrahman mengajak laki-laki itu untuk berbicara, beliau berkata “maafkan aku, tadi agak telat menjemputmu”, laki-laki itu menjawab ” apakah yang menyebabkan anda telat?”, Habib Abdurrahman menjawab,” Tadi sebelum menuju rumahmu, aku berhenti di pasar untuk membeli perhiasan emas  (pen:senilai 20 juta rupiah), aku belikan perhiasan ini untukmu dan berikanlah kepada istrimu sebagai hadiah darimu untuknya agar dia semakin mencintaimu.”

Demikianlah akhlak aslafunassholihin, beliau hanya mengharapkan kemaslahatan ditengah umat dan harta menjadi wasilah bagi mereka untuk mewujudkan kesungguhan beliau untuk mengikuti akhlak nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, Rasulullah dalam hadits yang lain menjelaskan, “Laa Yadkhulul Jannah Dayyus! man hum yaa Rasulullah. Man aqaral khabats fii ahlihi” (au kama qoola nabi). Tidak masuk surga Dayyus!(Sahabat bertanya) Siapakah Dayyus itu Rasulullah? Rasulullah menjawab: mereka yang membiarkan ada kekejian di keluarganya.

Dayyus adalah seorang suami, seorang istri, seorang ayah, seorang ibu yang membiarkan diantara keluarganya melakukan ma’siat.

Dayyus adalah seorang suami yang membiarkan istrinya bersalaman dengan lelaki yang bukan mahram, Dayyus adalah seorang suami yang membiarkan dan mengizinkan istrinya naik ojek (berboncengan dengan lelaki yang bukan mahram), Dayyus adalah seorang suami atau ayah yang membiarkan dan membanggakan istrinya atau putrinya pergi menggunakan parfum hingga tercium oleh lelaki yang bukan mahram. Bukankah Rasul telah bersabda, “Tidaklah seorang perempuan memakai minyak wangi hingga tercium lelaki yang bukan mahram kecuali dia adalah seperti pezina, Dayyus adalah orang tua yang membiarkan anaknya berpacaran, Dayyus adalah orang tua yang membiarkan anaknya tidak menutup aurat, Dayyus adalah orang tua yang mengizinkan anaknya berboncengan dengan seseorang yang bukan mahramnya, Dayyus adalah seorang suami yang mengizinkan istrinya hadir seorang diri dalam acara resepsi pernikahan yang bercampur baur di dalamnya lelaki dan perempuan, Dayyus adalah orang tua yang menyelenggarkan pernikahan anaknya dengan berikhtilath didalamnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, seakan mereka menantang, inilah kekayaanku dan aku tidak takut dengan neraka Allah.

Dan seperti itulah yang terjadi saat ini, para pemudi-pemudi muslim mengenakan pakaian yang tidak selayakanya mereka kenakan, mereka tidak sungkan memakai celana pendek dan kaos ketat untuk keluar rumah dan bergaul secara ikhtilath. Rasulullah telah mengecam hal tersebut dalam haditsnya, Tingkatan pertama penghuni neraka adalah orang yang suka mendzolimi orang lain, dan selanjutnya adalah wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Para sahabat bertanya, bagaimanakah berpakaian tetapi telanjang wahai Rasul? Rasul menjawab, mereka berpakaian tetapi nampak lekuk tubuh mereka, jika kalian bertemu dengan mereka, tegurlah mereka karena sesungguhnya mereka adalah perempuan-perempuan yang mendapat laknat dari Allah”

Demikian tegas Rasulullah mengatur mengenai perempuan karena sungguh mereka akan menjadi fitnah jika tidak memperdulikan syariat. Rasulullah bersabda,” Sebaik-baik wanita adalah yang tidak pernah melihat laki-laki yang bukan mahram dan laki-laki yang bukan mahram tidak pernah melihat mereka”. Itulah sebabnya aslafuna shalihin mengharuskan kepada para orang tua untuk membiasakan kepada putri-putri mereka menutup aurat sejak kecil.

Diceritakan seseorang melakukan sowan kepada seorang ulama’, orang tersebut mengajak putrinya yang masih kecil. Ulama’ tersebut berkata,”bagaimana engkau ini, anakmu kau sudah kenakan pakaian yang ketat-ketat!”, orang itu menjawab,” tidak apalah, dia masih kecil”, maka ulama’ tersebut menjawab dengan tegas,”Tidak! Kau sudah mengajarkan anakmu tidak takut kepada Allah sejak kecil dan kau sudah menjauhkan anakmu dari nabinya!”
Istri dan putri kita adalah ibarat berlian, semakin tertutup maka semakin mahal berlian itu, maka sebisa mungkin perintahkan mereka untuk bercadar karena semakin kita menutup dan menjaga mereka itu berarti bahwa kita semakin memuliakan mereka.

Berbeda dengan mereka yang membiarkan istri dan putri mereka untuk berbuat semaunya, yang demikian diibaratkan seperti asbak. Siapapun bisa menyentuhnya dan dilihat oleh siapapun, maka jatuhlah nilai kemuliaan mereka sebagai perempuan.

Selain itu para ulama’ salaf sangat memerintahkan kita untuk menjaga jarak dengan misan (yang berbeda jenis), karena hal tersebut sangat jarang diperhatikan oleh banyak orang padahal yang demikian merupakan hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah (sebagaimana telah ketahui bahwa dalam fiqih misan adalah bukan mahram bagi kita).

Jika kemudian banyak orang yang menganggap hal-hal tersebut kolot dan tidak mengikuti perkembangan zaman, maka biarkanlah mereka karena sungguh tidak ada yang salah jika kekolotan itu justru mengantarkan kita ke surga dan yang mereka anggap mengikuti perkembangan zaman itu justru mengantarkan mereka ke neraka.

Sebagaimana apa yang banyak disuarakan oleh mereka yang “menuhankan” HAM dan Emansipasi Wanita, mereka menganggap aturan islam terhadap wanita adalah kemunduran dan apa yang mereka perjuangkan adalah kemajuan. Katakan ya, bahwa aturan islam menjadikan kita mundur DARI API NERAKA dan apa yang mereka perjuangkan memajukan mereka KE API NERAKA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar